Singkawang ( 5/7/2013): Setelah
melakukan kegiatan 2 kali Focus Group Discusion (FGD) masing-masing di Kantor
Badan Pemberdayaan Masyarakat Perempuan dan Keluarga Berencana (BPMPKB) kota
Singkawang dan Kantor Camat Singkawang Selatan, Tim Peneliti dari Ikatan
Peminat dan Ahli Demografi Indonesia (IPADI) dan BKKBN Kalimantan Barat
menemukan beberapa fakta menarik terkait program Kependudukan dan Keluarga
Berencana (KKB).
Beberapa fakta yang berhasil
ditemukan Tim Peneliti yang terdiri dari Sukarsih Pandjaitan SE M.Si, DR.Wanto
Riva’i, Agus Fitriangga SKM, MKM, dr.Dharmanely, Ir.Aulia Arfiansyah Arief M.Si
dan Drs.Pranowo Adi M.Si antara lain. Partisipasi sebagian besar masyarakat Etnis Tionghoa terhadap program KB
masih rendah, yang diakibatkan oleh sikap ketertupan mereka terhadap program
Pemerintah, Pasangan Usia Subur (PUS) masih banyak yang enggan menggunakan
Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP), Angka Unmet Need masih tinggi, serta
dukungan dari Pemerintah Daerah baik dari segi pendanaan maupun komitment
terhadap program KKB masih relatif kurang.
Dalam
tanya jawab bersama tokoh masyarakat, Dinas Kesehatan, SKPD KB, PLKB, Kader
yang diselenggarakan di kantor BPMPKB Singkawang misalnya, tim mendapatkan
informasi bahwa program dan pelayanan KB masih belum menjangkau semua wilayah
kelurahan dan lingkungan penduduk terutama masyarakat Tionghoa, PLKB masih
kurang sementara usulan penambahan belum direalisasi Pemkot Singkawang, sistem
maupun mekanisme pencatatan dan pelaporan yang belum akurat terutama pendataan
Peserta Baru, Peserta Aktif, Ganti cara maupun Droup Out belum optimal, serta
persoalan teknis maupun non teknis lainnya. Salah seorang tokoh masyarakat
Singkawang bernama dr.H.Sumardi misalnya mengemukakan, masyarakat Tionghoa
sulit didatangi dan tertutup, petugas PLKB masih kurang, dan sistem pencatatan
maupun pelaporan perlu disempurnakan.” Saya melihat belum adil, warga pribumi
dikejar-kejar agar mau ber-KB, sementara warga etnis Tionghoa sulit, jangankan
mau ber-KB didatangi petugas saja sulit dengan berbagai alasan”papar
dr.Sumardi. Tokoh masyarakat purnawirawan TNI yang cukup dikenal di kota
Singkawang mengusulkan agar Pemerintah khususnya BKKBN menggandeng pihak
Yayasan Kematian yang jumlahnya ratusan di Singkawang untuk mensosialsiasikan
program KB. Menurutnya warga Tionghoa sangat patuh terhadap berbagai hal yang
terkait dengan Yayasan kematian.
Fakta
menarik lainnya ditemukan pada FGD bersama kader Posyandu, akseptor KB MOP,
MOW, pasangan belum menikah, serta PLKB di kecamatan Singkawang Selatan. Dalam
FGD yang dibuka oleh camat setempat Awang Martin S.Sos tersebut peneliti
memperoleh informasi bahwa wilayah kecamatan Singkawang dengan 4 wilayah
kelurahannya yang cukup luas hanya ada 1 PLKB perempuan. Kondisi ini diakui
warga sulit terutama untuk menjangkau wilayah kepulauan yang masih dalam
wilayah Singkawang Selatan. Seperti halnya yang dikemukakan PLKB bernama Rini, seringkali
sulit menjangkau daerah yang terpencil, terutama di wilayah kepulauan disamping
memerlukan biaya relatif besar, juga warganya banyak yang tertutup terhadap
informasi KB terutama warga keturunan Tionghoa. “kami sulit menjangkau daerah
terpencil, selain jauh juga memerlukan biaya seperti untuk menyewa motor air
sementara anggaran untuk ke sana tidak ada” ungkap Rini.
Selain
kendala teknis dan non teknis seperti yang dikemukakan PLKB Rini, Peneliti juga
menemukan informasi bahwa ada Pasangan Usia Subur yang sudah memiliki 2 anak,
dan tidak ingin menambah anak, tetapi tidak mau ber-KB (Unmeet need) dengan alasan
takut. Ada juga akseptor KB Pria MOP tetapi sudah memiliki anak 4 orang. Disamping
itu beberapa PUS lainnya yang hadir dalam FGD tersebut mayoritas menggunakan
kontrasepsi PIL dan suntik (non MKJP) dengan alasan takut menggunakan Alkon
MKJP. Disamping fakta-fakta tadi,
peneliti juga menemukan informasi menggembirakan bahwa ada 2 orang remaja putri
yang mengaku ingin menikah pada usia 24 tahun dan 26 tahun. Alasannya ingin
hidup lebih mapan terlebih dahulu serta dewasa. Menanggapi pertanyaan peneliti
tentang Hubungan Seks Pra-nikah menurut kedua remaja putri tersebut harus
dicegah dengan saling berkomitment dengan calon pasangannya, serta mempertebal
iman. Demikian halnya ketika ditanya peneliti mengenai sumber informasi
mengenai pentingnya Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP) menurutnya berasal dari
berbagai media massa serta dari orang tua mereka masing-masing yang kebetulan
merupakan kader, dan Pegawai Negeri
Sipil. Kenyataan ini menimbulkan pertanyaan bagaimana dengan remaja lainnya
yang mungkin saja berasal dari keluarga kurang peduli serta tidak tersentuh
akses informasi.
Dari
hasil penelitian ini selanjutnya menurut pemimpin Tim peneliti Sukarsih
Pandjaitan SE, M.Si akan dikompilasi dengan fasil FGD yang diselenggarakan di
kecamatan Singkawang Tengah dan kabupaten Sambas yang dilakukan Tim lain. “Tujuan dari penelitian ini adalah membuat
model yang dapat digunakan dalam proses pengambilan kebijakan dan keputusan
program KKB di kota Singkawang dan Sambas” Ungkap Sukarsih. Adapun alasan
dipilihnya kota Singkawang dan Kabupaten Sambas menurutnya karena di 2 wilayah
ini capaian program KKB cukup bagus namun angka kelahirannya (TFR)-nya juga
cukup tinggi. Disamping itu di Singkawang maupun Sambas menjadi fokus kegiatan
KB Kencana, sehingga memerlukan data dan informasi yang lengkap. (by Adi
Latbang)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimasih telah memberikan komentar